IMPERMANENCE

Ada yang suka perpisahan? Aku yakin gak ada, kecuali perpisahan sama kemiskinan ya :D
Anyway, apa hal yang paling kamu gak suka dari perpisahan?
Kalau menurutku sendiri, ada 2 poin utama kenapa aku gak suka banget perpisahan. So, I'm gonna share to you through my sight ;) Please let me know if you have another opinion, Okay?

1. Aku gak suka perpisahan, karena pasti KEHILANGAN. Berpisah dengan anjing, kehilangan sosok anjing sebagai teman bermain. Berpisah dengan pacar (putus), kehilangan teman bercerita, adaptasi menuju suasana sepi yang baru. Rasanya enggak enak banget pasti, ehehehe. Selain itu, dalam konteks kehilangan "someone", ada kenyataan bahwa kamu bukan siapa-siapa dia lagi. Akan ada ruang kosong di hatimu, karena sebelumnya dia duniamu tapi sekarang duniamu berputar untuk siapa?

2. Seperti yang aku jelasin sedikit di poin pertama, yang kedua adalah ADAPTASI. Dimana-mana, adaptasi itu engga enak (bagi aku pribadi hehehe). Karena ada perubahan yang cukup ekstrem. Disebut "adaptasi" sebab ada perubahan yang ekstrem kan? Hehehe. Aku gak suka adaptasi, jujur. Karena itu keluar dari zona nyaman. Ada perpindahan yang harus dilalui, dan itu pasti mengubah karakter. Aku pernah mengalami adaptasi dan perubahan karakter yg cukup radikal ketika pindah dari SMP ke SMA. Di fase itu juga aku beradaptasi dengan cara move on dari cinta pertamaku. Sudah harus pindah sekolah (desa ke kota), harus adaptasi dari rasa cinta pula. Duh masa-masa terkelam hidupku itu sih. Salah satu ketakutan terbesar kalau putus adalah, lagi-lagi perihal adaptasi. Takut gak Nemu yang secocok dia lah, dan sebagainya. Anyway aku merenung "Kenapa ada adaptasi?". And i found the answer: Tentu saja supaya fitur kita berkembang, kita tidak mati atau lemah ditelan perubahan zaman. Zaman yang dimaksud itu bermacam-macam ya. Adaptasi membuat kita lebih kuat, membuat kita punya fitur baru, atau pembaruan sistem di dalam diri kita. Kita sedang diretas istilahnya. Tapi yang jelas the process will not be easy, bruh.

Ohya, aku nulis ini kebetulan karena aku lagi mengalami perpisahan: kehilangan dan adaptasi.
Menurut aku, akan beda rasanya ketika kita kehilangan seseorang karena terpisah oleh maut dengan terpisah oleh rasa atau keadaan. Katakanlah kita kehilangan orang terdekat kita karena dia meninggal (hoho, perumpamaan aja ya. Tapi pasti akan kita alamin. Karena gak ada yang abdi to? hehe). Di titik itu, kita tau kita gak bisa ngapa-ngapain sebab pilihan kita terbatas. Hal itu terjadi di luar kuasa kita. Kita cuma bisa menerima masa depan kita yang adalah pasti: kita gak akan ketemu mereka lagi di dunia ini.

Beda halnya ketika kehilangan seseorang karena (katakanlah) putus cinta. Ruangnya memang sama-sama kosong, tercabut dengan paksa. Dalam hal ini sama rasanya dengan kehilangan terpisah maut. Tapi bedanya ada di sini:
Masih ada harapan. Harapan untuk setidak bertemu, berbicara lagi dengan dia. Buanyak sekali probabilitas yang mungkin dapat diubah di masa depan.  Orang sumo (susah move on) kan karena tenggelam dalam harapan semacam itu, bukan? Aku bisa bilang gini karena aku pernah galon alias gagal move on beberapa tahun :v. Move on adalah proses untuk accept sesuatu, sehingga kita engga menggantungkan diri pada harapan semu itu. Akan ada saatnya (kalai kita bisa coping dengan problem itu), bukan lagi harapan semu yang memegang kendali atas hidup kita. Tapi kita akan belajar pasrah, jalani hidup sebaik mungkin, tanpa bergantung pada harapan itu :)

Ada satu yang pasti: we always have choice, we choose, we get-we lose. Selamat menjalani hari-hari yang penuh ketidak pastian ini guys ;) Overall, God is good. Karena Dia bolehin kita belajar pilih, belajar tanggung jawab atas pilihan yang kita buat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kucing imut punya mbak Lifi

Haruskah ditanyakan?

Peduli